pc

Tuesday, January 3, 2012

Memahami Filosofi Leluhur Jawa

Leluhur masyarakat Jawa memiliki beraneka filosofi yang jika dicermati memiliki makna yang begitu dalam. Tetapi, anehnya filosofi yang diberikan oleh para leluhur itu saat ini dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Dibawah ini ada beberapa contoh filosofi dari para leluhur/nenek moyang masyarakat Jawa.

"Dadio banyu, ojo dadi watu" (Jadilah air, jangan jadi batu).

Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang manungso kang nduweni manunggaling roso itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu.

Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi banyu (air)? Karena air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan orang banyak. Makhluk hidup yang diciptakan GUSTI ALLAH pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yang tidak keras. Artinya, dengan bentuknya yang cair, maka ia terasa lembut jika sampai di kulit kita.

Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun apapun. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?

Orang yang berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tetapi bagi orang yang memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air. Mengapa lebih kuat air daripada batu? Jawabannya sederhana saja, Anda tidak bisa menusuk air dengan belati. Tetapi anda bisa memecah batu dengan palu.

Artinya, meski terlihat lemah, namun air memiliki kekuatan yang dahsyat. Tetes demi tetes air, akan mampu menghancurkan batu. Dari filosofi tersebut, kita bisa belajar bahwa hidup di dunia ini kita seharusnya lebih mengedepankan sifat lemah lembut bak air. Dunia ini penuh dengan permasalahan. Selesaikanlah segala permasalahan itu dengan meniru kelembutan dari air. Janganlah meniru kekerasan dari batu. Kalau Anda meniru kerasnya batu dalam menyelesaikan setiap permasalahan di dunia ini, maka masalah tersebut tentu akan menimbulkan permasalahan baru.

"Sopo Sing Temen Bakal Tinemu"

Filosofi lainnya adalah kata-kata "Sopo sing temen, bakal tinemu" (Siapa yang sungguh-sungguh mencari, bakal menemukan yang dicari). Tampaknya filosofi tersebut sangat jelas. Kalau Anda berniat untuk mencari ilmu nyata ataupun ilmu sejati, maka carilah dengan sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukannya.
 
Namun jika Anda berusaha hanya setengah-setengah, maka jangan kecewa jika nanti Anda tidak akan mendapatkan yang anda cari. Filosofi di atas tentu saja masih berlaku hingga saat ini.

"Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan"
(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).

Filosofi itupun juga memiliki kesan yang sangat dalam pada kehidupan. Artinya, nenek moyang kita dulu sudah menekankan agar kita tidak nyolong (mencuri) karena siapapun yang mencuri ia bakal kehilangan sesuatu (bukannya malah untung).

Contohnya, ada orang yang dicopet. Ia akan kehilangan uang yang dimilikinya di dalam dompetnya. Tetapi GUSTI ALLAH akan menggantinya dengan memberikan gantinya pada orang yang kehilangan tersebut. Tetapi bagi orang yang mencopet dompet tersebut, sebenarnya ia untung karena mendapat dompet itu. Namun,ia bakal dibuat kehilangan oleh GUSTI ALLAH, entah dalam bentuk apapun.

Dari filosofi tersebut, Nenek moyang kita sudah memberikan nasehat pada kita generasi penerus tentang keadilan GUSTI ALLAH itu. GUSTI ALLAH itu adalah hakim yang adil.

Pandangan rasa percaya Diri

Setiap manusia itu memiliki kehidupan pribadi. Kehidupannya jelas merupakan urusan dari manusia itu sendiri dan GUSTI ALLAH. Untuk itu, manusia harus tahu keberadaan diri pribadi dan tidak malah mengekor pada orang lain.
Sering kita menjumpai orang-orang yang tidak bisa memutuskan sesuatu. Dia lebih sering mengambil ide orang lain untuk menyelesaikan sesuatu masalah yang membelenggu kehidupannya. Hal itu sah-sah saja. Tetapi, jika seorang manusia tetap saja menganggap ide orang lain itu yang paling benar, berarti dia tidak memiliki kepercayaan diri.
Orang yang tidak memiliki kepercayaan diri, sama saja tidak tahu bahwa dirinya mampu untuk melakukan segala sesuatu. Yang perlu diingat, GUSTI ALLAH itu ada dalam diri kita masing-masing. GUSTI ALLAH tidak menggantung di awang-awang. GUSTI ALLAH itu dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri.
Setiap orang memiliki perbedaan dalam pola pikirnya. Setiap orang itu berbeda-beda, tidak bisa sama. Ide orang lain itu belum tentu cocok dengan diri kita pribadi. Untuk itu, yang tahu bahwa sesuatu hal itu cocok bagi kita adalah diri kita sendiri. Hal itu sudah tercantum dalam kata-kata Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Magrwa. Artinya, Berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran yang mendua.
Hal itu memiliki arti, bahwa setiap manusia dengan manusia lainnya itu berbeda-beda. Tetapi pada hakekatnya, manusia itu satu. Semuanya berasal dari satu wiji (benih) yaitu GUSTI ALLAH. Jadi, Perbedaan tersebut harus kita syukuri, bukan malah kita sesali. Percaya pada diri sendiri merupakan wujud rasa syukur kita pada GUSTI ALLAH. Oleh karena itu, tumbuhkan rasa percaya diri Anda.

setting Table of Contents pada Blogger

 Memasang Table of Contents pada Blogger Secara Otomatis Jika anda pengguna CMS WordPress, tentunya sangat mudah untuk membuat Table of Cont...