pc

Saturday, December 10, 2011

GERHANA BULAN 10 DESEMBER 2011

10 Desember 2011 Tepatnya malam minggu telah menghiasi malam panjang  dengan munculnya  Gerhaba Bulan Total (GBT). Saat itulah bumi, bulan dan matahari menjalani kesejajaran yang mengagumkan. Bukan hanya sejajar, akan tetapi sejajar  pada satu garis lurus dengan bumi terhimpit pada posisi di tengah

Sehingga bulan berada di bawah bayang-bayang inti UMBRA DAN DI HIASI PANUMBRA  bumi selama KURANG LEBIH 45 MENIT  sebelum purnama, tepat saat purnama dan selama beberapa jam juga selepas purnama. Inilah Gerhaba Bulan Total (GBT) terakhir di tahun 2011.
Kebetulan di indonesia dapat menikmatinya dan negara2 lainnya  terkecuali kawasan Amerika Selatan, Afrika Barat dan seluruh Samudera Atlantik. Hanya saja tidak semuanya mampu menyaksikan seluruh tahap gerhana.
Sebab bersama seluruh Asia Tenggara, Australia, Asia Timur dan Rusia merupakan satu-satunya kawasan yang dapat menyaksikan seluruh tahapan gerhana secara utuh. Kawasan lainnya hanya menyaksikan sebagian tahap gerhana, baik karena gerhana terjadi kala bulan dalam proses terbit maupun dalam proses terbenam.

Gerhana mulai terjadi pada pukul 18:30 WIB ditandai dengan mulai bersentuhannya cakram bulan terhadap penumbra. Pada saat itu bulan telah menempati langit timur untuk beberapa lama setelah terbit.  



Memang sulit  untuk diidentifikasi mata kita tanpa menggunakan alat bantu apapun. Kita baru akan bisa menyaksikan gerhana  bulan sejak pukul 20.00 WIB saat cakram bulan tepat mulai bersentuhan dengan umbra.





Totalitas, yakni tertutupinya cakram bulan secara sepenuhnya oleh umbra, terjadi antara pukul 21:00 WIB hingga 21:45 WIB selama 40-45 menit dengan puncak gerhana pukul 21:17 WIB. Saat itu Bulan telah beranjak ke kedudukan cukup tinggi di langit timur laut.

Selepas pukul 21:45 WIB berangsur-angsur umbra mulai meninggalkan cakram bulan sehingga bulan kembali mulai terlihat dan langit mulai benderang lagi. Umbra tepat meninggalkan cakram bulan pada pukul 23:16 WIB. Inilah akhir gerhana secara kasat mata.
Namun secara teknis gerhana baru benar-benar berakhir selepas tengah malam, tepatnya pukul 00:15 WIB, saat cakram bulan tepat sepenuhnya meninggalkan umbra.


Friday, December 9, 2011

Malam Satu Suro, Awal Bulan Penuh Ritual

Jelang pukul 11 Malam Satu Suro, Sabtu (26/11), situasi di Kompleks Kamandhungan Ler atau Keben Kraton Yogyakarta, semakin ramai. Banyak warga Yogyakarta mulai masuk melewati gerbang Keben untuk mengikuti ritual budaya tapa bisu lampah mubeng beteng atau ritual mengelilingi Kompleks Kraton Yogyakarta dilakukan dalam sikap diam (tapa bisu).

Sementara itu, di Bangsal Pancaniti yang tepat berada di tengah halaman kompleks, juga sudah tampak puluhan abdi dalem. Mereka duduk rapi berbanjar, menanti pukul 12 malam, saat ritual akan dimulai. Sembari menanti, tembang tradisional Jawa macapat dilantunkan sehingga menambah suasana khusyuk malam itu.

Beberapa menit jelang tengah malam, masyarakat yang berada didalam Keben  diminta membentuk barisan rapi di timur bangsal.

Sesaat kemudian, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusuma datang didampingi empat orang abdi dalem.

Ia menuju Bale Antiwahana, kanopi besar yang terletak di selatan bangsal Pancaniti. Setelah kata sambutan dan memanjatkan doa, upacara pelepasan lalu dimulai.

GBPH Joyokusuma menyerahkan bendera merah putih kepada pemimpin pelaksana sebagai tanda dimulainya ritual mubeng beteng.

Barisan mulai berjalan. Di barisan depan ada delapan orang pembawa bendera. Barisan berikutnya adalah puluhan abdi dalem. Menyusul di belakangnya, ribuan masyarakat Jogja yang antusias mengikuti ritual.

Mereka berjalan dalam sikap bisu, menempuh jarak hingga tujuh kilometer. Beberapa bahkan berjalan tanpa alas kaki. Ritual dilakukan dengan berkeliling dari Kompleks Keben, Jalan Kauman, Jalan Wahid Hasyim, Pojok Beteng Kulon, Jalan MT. Haryono, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, menuju Alun-Alun Utaran, hingga kembali lagi ke Kompleks Keben. Suasana begitu khusyuk. Semua hanyut dalam diam hingga tunai sudah ritual malam itu.

Bagi masyarakat Jawa, Satu Suro merupakan penanda dimulainya kehidupan baru. Manusia diingatkan kembali atas kebesaran Tuhan sebagai Empunya kehidupan. Ia diingatkan dari mana asal mulanya (sangkan paraning dumadi).

Oleh karena itu, masyarakat Jawa selama bulan Suro akan banyak melakukan laku tirakat. Tirakat atau menjalani keprihatinan adalah upaya masyarakat Jawa untuk melakukan pembersihan diri, perenungan atau introspeksi, mengucap syukur, serta berharap akan mendapatkan berkah (ngalap berkah).

Tirakat juga dipercaya mampu mempengaruhi jiwa. Seseorang menjadi lebih sabar dalam mengendalikan emosi, serta nafsu. Ia juga menjadi lebih arif dan mampu memaksimalkan energi saat persoalan datang dalam hidupnya.

Bentuk tirakat bisa bermacam-macam misalnya mutih, berpuasa menahan haus dan lapar dan disaat malam tiba atau jelang matahari terbit hanya diperbolehkan mengkonsumsi air putih, dan nasi putih. Ada juga ngeruh atau tidak makan segala sesuatu yang memiliki nyawa seperti daging. Sebab, daging diyakini dapat meningkatkan nafsu pemakannya.

Bulan Suro juga dipandang bulan baik untuk melakukan jamasan yakni, pencucian pusaka seperti keris, kereta, dan perangkat gamelan. Ritual Jamasan biasanya dilakukan di hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Di bulan yang sama, beberapa desa juga akan menyelenggarakan upacara bersih desa atau Ruwat Bumi. (Jogjanews.com/Ina Florencys)

setting Table of Contents pada Blogger

 Memasang Table of Contents pada Blogger Secara Otomatis Jika anda pengguna CMS WordPress, tentunya sangat mudah untuk membuat Table of Cont...