pc

Tuesday, January 3, 2012

Kesaktian Budi Luhur

KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan Kejawen,
KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan KejawenBerbagai fenomena tentang kesaktian budi luhur, reproduksi budi luhur, dan status penghayat dalam hidup bermasyarakat, tampak bahwa budi luhur merupakan gerakan resistensi halus terhadap sesengkaran dalam proses agamaisasi dan kekuasaan. Untuk menemukan identitas di tengah sesengkaran itu, penghayat berusaha melakukan reproduksi nilai-nilai kejawen sebagai sumber budi luhur dengan cara rekonstekstualisasi ke dalam paguyuban dan masyarakat. Berkaitan dengan itu ada tiga temuan berharga yang dapat dirangkum.

KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan KejawenPertama, budi luhur menjadi sakti yang menggugah rasa eling, dapat menjawab kegelisahan hati dan lebih menentramkan batin dibanding mengikuti keyakinan lain. Kedua, budi luhur di kalangan penghayat sebagai carangan dari mainstream (babon) nilai-nilai kejawen, yang dianggap cocog, tidak menjadi beban hidup dan lebih mewadahi tekanan batin. Ketiga, budi luhur adalah pedoman bertindak sebagai strategi untuk menciptakan resistensi halus dengan cara drama sosial seperti penari topeng agar tercapai harmoni hidup bermasyarakat.

KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan KejawenDemikian antara lain kesimpulan desertasi yang dipaparkan oleh Drs. Suwardi, M.Hum, dalam ujian terbuka untuk memperoleh Derajat Doktor dalam Bidang Ilmu-Ilmu Humaniora (Antropologi) yang disampaikan di hadapan Dewan Penguji Ujian Terbuka Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya UGM dan para tamu undangan lain yang bertempat di Gedung R.M. Margono Djojohadikusumo FIB UGM pada Kamis (17/3) lalu.

Lebih lanjut, Suwardi, Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY tersebut memaparkan, dari tiga temuan itu, dapat diabstraksikan menjadi sebuah tesis KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan Kejawenbahwa budi luhur dan budi pekerti membutuhkan seni reproduksi (carangan) dan kreasi dalam hidup untuk menjawab ketidakpastian (kegelisahan) hidup. Tesis ini memuat empat hal bahwa dalam bidang antropologi interpretif-reflektif, yaitu: (1) budi luhur dan budi pekerti adalah sistem budaya untuk menghadapi kegelisahan (ketidakpastian) hidup, (2) budi luhur dan budi pekerti adalah sumber kawicaksanan Jawa, yang menyelamatkan proses pendumadian, (3) hidup beragama adalah proses membuat carangan terus-menerus dari ajaran babon, (4) hidup membutuhkan seni dan kreasi keberagaman.

KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan KejawenDari tesis ini, ia menegaskan bahwa gagasan Clifford Geertz tentang agama sebagai sistem budaya, perlu ditambahkan. Bagi Suwardi, agama perlu seni dan kreasi budaya untuk memperoleh kesenangan, kepuasan, dan keindahan. Seni kreasi beragama adalah kawicaksanan Jawa untuk mengolah makna budaya yang dinamik, sebagai bekal ketika penghayat kelak menuju sangkan paraning dumadi, yaitu manunggaling kawula-Gusti.

Paparan desertasi Suwardi yang mengambil judul “Kesaktian Budi Luhur: sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan Kejawen” itu memakan waktu sekitar 1 jam, dipertahankan untuk KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan Kejawenmenjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para penguji, yakni Prof. Dr. Kodiran, M.A., Prof. Dr. Suhardi, M.A., Prof. Dr. P.M. Laksono, M.A., Prof. Dr. R.M. Soedarsono, dan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti. Sementara Sidang Ujian Terbuka dipimpin oleh Dr. Ida Rochani Adi, S.U., selaku Penanggung Jawab sekaligus Dekan FIB UGM.

Salah satu pertanyaan Penguji yang sempat membuat tertawa para hadirin muncul dari Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, yakni “Penghayat untuk menuju ajaran wicaksana disimbulkan dalam sesaji jenang abang putih. Tetapi dalam implementasinya, foto yang ditampilkan dalam buku yang dibagikan kepada tamu undangan justru berwarna hitam putih. Bukankah itu tidak wicaksana, karena bisa mengubah konsep?” Atas pertanyaan tersebut, Suwardi hanya tersenyum simpul.

KESAKTIAN BUDI LUHUR: Sebagai Pusaka Penghayat Kepercayaan KejawenSebelum menyampaikan nilai ujian, Prof. Dr. Kodiran, M.A., dalam sambutannya juga menyampaikan dan berpesan kepada Suwardi, ketika menulis karangan ilmiah harus menggunakan bahasa dan tulisan ilmiah. Selain itu, semoga dengan gelar Doktor ini, Suwardi bisa mengembangkan ilmu sesuai dengan ilmu yang ditekuni sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat. Setelah melalui rapat, akhirnya Dr. Suwardi dinyatakan lulus dan mendapat predikat “Sangat Memuaskan”. Dr. Suwardi, kelahiran Kulon Progo, 3 April 1964 ini, merupakan Doktor yang ke-1351 yang dihasilkan oleh UGM.

Di akhir acara, ucapan selamat atas kesuksesannya ini disampaikan oleh para rekan-rekan Suwardi yang hadir dalam acara Ujian Terbuka dengan berjabat tangan dan ramah-tamah.

Sumber " DR. Suwardi "   Dosen UNY melalui Seach Google "

setting Table of Contents pada Blogger

 Memasang Table of Contents pada Blogger Secara Otomatis Jika anda pengguna CMS WordPress, tentunya sangat mudah untuk membuat Table of Cont...